Mengalami High Altitude Illness di Tibet: Pengalaman Pertama di Dataran Tinggi

Kunjungan ke dataran tinggi Tibet memerlukan waktu yang cukup lama untuk adaptasi dan aklimatisasi. Hal ini dirasakan oleh para delegasi dari Beijing yang tiba di Prefektur Nyingchi pada Selasa, 16 Mei 2023. Gejala-gejala paru dan otak yang terjadi pada orang yang baru pertama kali berada di atas ketinggian ekstrem, seperti yang biasa dikenal dengan istilah High Altitude Illness (HAI), sudah mulai terasa.

Perasaan linglung dan sesak napas menjadi gejala yang dirasakan sejak hari pertama. Bahkan, apa yang diceritakan oleh staf Pemerintah Daerah Otonomi Tibet tentang potensi yang tersimpan di Prefektur Nyingchi kepada para diplomat, jurnalis, dan akademisi dari Beijing lewat begitu saja karena diliputi situasi adaptasi itu.

Pentingnya Aklimatisasi di Dataran Tinggi Tibet

Masa 24 jam belumlah cukup untuk aklimatisasi atau penyesuaian diri sejak pertama kali menginjakkan kaki di dataran tinggi Tibet. Oleh karena itu, para delegasi harus berhati-hati dan memperhatikan gejala-gejala yang dirasakan. Peringatan tersebut bukan saran basa-basi semata karena pihak tuan rumah juga mengerahkan satu tim dokter berikut satu unit ambulans yang bergerak mengikuti mobilitas para diplomat, jurnalis, dan akademisi.

Dalam setiap mobil van yang membawa para delegasi, sudah disiapkan satu unit tabung oksigen medis. Satu karton berisi sekitar selusin personal oxygen spray juga sudah disiapkan. Oksigen semprotan yang bentuknya mirip kaleng semprotan pengharum ruangan itu lebih simpel untuk dibawa ke mana-mana karena tidak perlu diisi air dan selang seperti tabung oksigen medis. Perangkat tersebut menjadi penawar bagi orang yang baru pertama kali berada di ketinggian di atas 3.000 meter dari permukaan laut, seperti di Prefektur Nyingchi itu, meskipun bersifat sementara.

Pemandangan Alam yang Menyejukkan Mata

Meski merasakan sejumlah gejala paru dan otak, para delegasi tidak kehilangan kesempatan untuk menikmati keindahan alam di Tibet. Salah satu tempat yang dikunjungi oleh para delegasi adalah Taman Nasional Lulang Linhai, di mana para wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang menyejukkan mata. Dari gugusan Everest atau pegunungan Himalaya, khususnya di bagian timur, Sungai Yarlung Zangbo berhulu. Aliran sungai yang tenang ditingkahi siulan burung menciptakan harmoni yang indah di telinga. Hijau dedaunan berpadu-padan dengan putih salju yang menghiasi permukaan puncak Himalaya makin sedap dipandang mata.

Saat berada di Taman Nasional Lulang Linhai, para delegasi juga dapat menikmati air hangat yang ditampung dari pancuran sungai. Air hangat tersebut sangat tepat untuk terapi kebugaran, apalagi sambil menatap keindahan panorama Grand Canyon. Meskipun begitu, para delegasi harus berhati-hati karena kadar udara di Taman Nasional Lulang Linhai makin tipis disertai dengan gemuruh angin kencang.

Namcha Barwa: Puncak Himalaya yang Belum Terlalu Dikenal

Selama di Tibet, para delegasi juga mengunjungi Namcha Barwa, puncak sisi timur Himalaya yang seluruh permukaannya berselimutkan salju. Puncak ini jarang didatangi orang, apalagi wisatawan mancanegara, sehingga vegetasi dan keasriannya masih terpelihara dengan baik. Inilah yang membedakan Namcha Barwa dengan Qomolongma atau puncak Everest di sisi selatan pegunungan Himalaya.

Seiring dengan dibukanya pariwisata di Tibet, masyarakat di sekitar Namcha Barwa menawarkan rumah tinggalnya sebagai penginapan. Hal ini memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan pendapatan tambahan selain dari pertanian dan binatang ternak.

Kunjungan ke Tibet memang memerlukan waktu yang cukup lama untuk adaptasi dan aklimatisasi. Namun, keindahan alam yang ditawarkan oleh dataran tinggi Tibet patut diacungi jempol. Oleh karena itu, bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke Tibet, penting untuk memperhatikan kesehatan dan gejala-gejala yang dirasakan agar perjalanan dapat berjalan lancar dan nyaman.