Jakarta (ANTARA) – Kondisi perekonomian Indonesia cukup stabil dan memiliki resiliensi yang kuat meskipun guncangan industri perbankan telah terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Kamis.

Purbaya menyatakan bahwa pelaku industri tidak perlu terlalu cemas karena kondisi perekonomian kita cukup resilien terhadap gejolak eksternal. Namun, dia mengingatkan industri perbankan nasional agar tetap mengantisipasi berbagai ketidakpastian ekonomi dengan menjaga permodalan di level yang sehat.

Kondisi perekonomian Indonesia stabil ditopang oleh konsumsi domestik. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan domestik berada di level yang sehat yakni 2,59 persen (gross) per Januari 2023, dan kapasitas permodalan perbankan atau (Capital Adequacy Ratio/CAR) mencapai 25,93 persen.

Begitu juga dengan likuiditas perbankan yang saat ini, dalam keadaan memadai. Alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) per Januari 2023 masing-masing sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen.

Purbaya mengimbau masyarakat agar tetap percaya kepada perbankan nasional dan tidak takut untuk memulai berinvestasi meskipun ada potensi resesi di beberapa negara besar. Menurutnya, dana LPS yang saat ini mencapai Rp196 triliun lebih cukup untuk menjamin simpanan masyarakat.

Krisis perbankan di AS mencuat setelah kebangkruta Silicon Valley Bank (SVB). Sebelum SVB, kegagalan bank juga mendera Silvergate Bank dan Signature Bank. Setelah itu, terungkap bahwa sejumlah bank di Eropa juga mempunyai masalah kesehatan keuangan. Raksasa perbankan Credit Suisse akhirnya harus diakuisisi UBS.

LPS menargetkan posisi aset mencapai lebih dari Rp200 triliun agar dapat terus memperkuat kapasitas LPS dalam melaksanakan penanganan bank secara efektif. Dengan demikian, Purbaya berharap masyarakat tetap tenang terkait simpanannya dan tidak ragu untuk berinvestasi.