Kegagalan beberapa bank besar global seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse pada beberapa pekan terakhir telah menyadarkan para pelaku industri perbankan bahwa kondisi ekonomi global tidak pernah pasti. Meskipun kondisi perbankan nasional cukup kuat dan jauh dari episentrum krisis tersebut, perbankan harus dapat mewaspadai dan memitigasi risiko yang mungkin muncul. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BRI Sunarso pada Rapat Dengar Pendapat bersama DPR Komisi VI di Jakarta (28/3).
Berdasarkan prediksi dengan menggunakan metode Markov Switching Dynamic Model (MSDM), Sunarso mengungkapkan bahwa potensi resesi di Indonesia pada 2023 hanya sebesar 2%. Hal ini telah terbukti akurat pada kasus terdahulu seperti pada ASEAN Financial Crisis 1998 dan pandemi COVID-19. Faktor yang membuat ekonomi Indonesia relatif bertahan dan memiliki resiliensi tinggi adalah masih kuatnya konsumsi domestik dan optimisme dari pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dari tolak ukur Indeks UMKM BRI, aktivitas UMKM naik dari angka 103 menjadi 105 pada kuartal IV. Hal ini menggambarkan bahwa para pelaku UMKM melihat aktivitas selama satu kuartal ke depan (Januari – Maret 2023) masih sangat baik. Terakhir, terlihat dari tolak ukur lainnya, bahwa kepercayaan pelaku UMKM terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi semakin meningkat.
Untuk mencegah kondisi serupa terulang, Sunarso menjabarkan identifikasi dan pelajaran yang bisa dipetik dalam kasus SVB dan Credit Suisse. Kedua bank ini mengalami kesulitan likuiditas dan permodalan karena tak adanya antisipasi terhadap risiko ganda seperti reputational risk, liquidity risk, market risk dan concentration risk.
Berdasarkan pelajaran tersebut, perbankan harus dapat mewaspadai dan memitigasi risiko yang mungkin muncul. Upaya penguatan daya beli masyarakat, peningkatan konsumsi, penggunaan produk-produk dalam negeri, serta kepercayaan pelaku UMKM terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi semakin diharapkan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.